Umair bin Wahab, Sahabat yang Pernah Ingin Membunuh Rasulullah Sebelum Memeluk Islam

Umair bin Wahab, Sahabat yang Pernah Ingin Membunuh Rasulullah Sebelum Memeluk Islam

24 Agustus 2021
Ilustrasi/Net

Ilustrasi/Net

RIAU1.COM - Salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, yakni Umair bin Wahab al-Jumahi salah satu banyak mendedikasikan hidupnya untuk mensyiarkan agama Islam.

Sebelum memeluk Islam, beliau sangat anti terhadap Rasulullah dan para pengikutnya. Selain itu, beliau dikenal sebagai tokoh di balik meletusnya perang Badar.

Saat kemenangan Badar sudah berada di depan mata umat Islam, pasukan Quraisy yang sudah tidak berdaya mencoba untuk melarikan diri. Satu di antara yang lolos waktu itu adalah Umair bin Wahab. Namun tidak dengan putranya, Wahab bin Umair. Ia ditangkap oleh Rifa’ah bin Rafi’ dari Bani Zuraiq dan dijadikan tawanan perang.

Dalam Tarikh Ibnu Hisyam, suatu hari pasca kekalahan di perang Badar, Umair berkunjung ke Hijr. Beliau bertemu dengan salah seorang pentolan Quraisy yang juga membenci dakwah Rasul yakni Shafwan bin Umayyah. Keduanya bercengkrama membahas soal korban wafat dan prajurit Quraisy yang berakhir sebagai tawanan.

Shafwan berucap, “Demi Tuhan, tidak ada kebaikan dalam hidup setelah kematian mereka”. Umair menyahut, “Demi Tuhan, Anda benar. Jika saja aku tidak memiliki utang yang harus aku bayar dan kekhawatiran akan kemiskinan yang akan menimpa keluargaku sepeninggalku, tentu aku akan pergi menemui Muhammad dan membunuhnya. Sesungguhnya aku punya alasan untuk itu, mereka telah menawan putraku”.

Shafwan kemudian mengajukan tawaran. “Aku akan melunasi utangmu. Dan menanggung seluruh kebutuhan hidup keluargamu. Tidak ada yang mengahalangi dan melemahkanku untuk membiayai mereka”. Umair menyepakati tawaran tersebut dan ia meminta agar pertemuan diatara kedua nya tidak diumbar ke publik agar tidak ada yang tau soal rencana busuk mereka berdua. “Sembunyikanlah urusanku dan urusanmu ini!” pinta Umair. “Baik, akan aku lakukan”, timpal Shafwan.

Umair mulai mengasah dan melumuri pedangnya dengan racun. Kemudian ia memacu kudanya menuju Madinah. Saat itu Rasulullah bersama Umar bin Khattab dan beberapa Sahabat tengah singgah di sebuah masjid. Mereka sedang membicakan soal perang Badar dan bagaimana heroiknya kemenangan muslimin. Tiba – tiba Umar melihat seseorang menenteng sebilah pedang hampir mendekati pintu utama masjid. Umar mengetahui sosok yang satu ini. Dia adalah Umair gembong Quraisy yang acap kali menyusahkan umat Islam.

Umar segera melapor kepada Rasulullah. “Wahai Rasulullah, Umair si musuh Allah telah datang dengan membawa sebilah pedangnya”. “Biarkan ia masuk untuk menemuiku” ucap Rasulullah. Umar pun segera melaksanakan titah beliau. Sebagai orang yang mengetahui seluk beluk Umair, Umar bin Khattab begitu ketat menjaga setiap gerak geriknya. Saking hawatirnya, Umar meletakan sarung pedangnya di leher Umair sambil membawanya masuk. Kemudian Rasul berkata, “Lepaskan dia wahai Umar”. Umar pun segera menuruti perintah Rasul sambil tetap berjaga – jaga.

“Ani’mu Sabahan”, salam Umair mengawali perbincangan. Ini adalah ungkapan salam khas masyarakat Jahiliah. Rasul berkata, “Allah telah memuliakan kami dengan ucapan salam yang lebih mulia dari itu. Yaitu ucapan salam para ahli surga”. “Apa tujuanmu kedatanganmu kemari wahai Umair?”. Umair menjawab, “Aku datang untuk putraku yang ditawan, perlakukanlah dia dengan baik”. Rasul merespon, “Lalu untuk apa sebilah pedang yang kamu bawa itu?”. Umair berkata “Semoga Allah menghinakan pedang ini. Apa ada hal lain yang anda inginkan dari kami?” Rasul bertanya lagi,”Jujurlah apa yang membuatmu datang kemari?”. “Tidak ada apa apa, hanya itu yang aku inginkan”, sangkal Umair.

Kemudan Rasulullah membongkar rahasia Umair yang telah disembunyikan rapat – rapat. “Kamu duduk bersama Shofwan bin Umayyah di Hijr, kalian berdua membicarakan korban perang Badar dari suku Quraisy. Lalu kamu berkata, jika bukan karena utangku dan keluargaku, tentu aku telah pergi untuk membunuh Muhammad. 

Kemudian Shafwan bersedia menanggung seluruh utangmu dan keluargamu asal kamu bisa membunuhku. Sesungguhnya Allah menjadi pengahalang antara dirimu dengan tujuanmu itu”.

Mendengar penjelasan Rasulullah, Umair kaget. Padahal Umair yakin bahwa tidak ada yang mengetahui rencananya itu kecuali Shafwan. Berawal dari peristiwa itu, Umair samakin meyakini keberadaan Allah Swt dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Beliau mengucap dua kalimat syahadat di depan Rasullah. 

“Ajarkanlah agama Islam kepada saudara kalian ini, bacakanlah Al Qur’an dan lepaskan tawanannya”. Para sahabat segera melaksanakan perintah Rasul. Mereka menyambutnya dengan penuh suka cita. Bagaimana tidak, seorang pilar utama musyrikin Quraisy kini telah bergabung menjadi bagian dari mereka.

Kemudian Umair bercerita kepada Nabi, “Sesungguhnya dulu aku adalah orang yang paling rajin untuk mematikan cahaya agama Allah, sangat keras terhadap mereka yang menyembah Allah. Maka aku ingin menebus kesalahanku dengan berdakwah di Makkah. Semoga saja orang – orang Makkah mau menerima agama Islam”.  

Rasulullah mengizinkan Umair untuk berdakwah di Makkah. Salah satu riwayat dalam kitab Tarikh Tabari mengisahkan bahwa dakwah Umair berbuah manis. Banyak masyarakat Makkah yang tertarik dengan Islam kemudian bersyahadat. Sementara Shafwan berjanji tidak akan berbicara lagi dengan Umair setelah mengetahui Umair telah berikrar kepada Rasulullah.*