Ironi, Keluarga Korban Pencabulan di Padang Diberi Uang kemudian Dilaporkan Melakukan Penipuan dan Pengelapan

Ironi, Keluarga Korban Pencabulan di Padang Diberi Uang kemudian Dilaporkan Melakukan Penipuan dan Pengelapan

23 Maret 2021
kuasa hukum korban/langgam

kuasa hukum korban/langgam

RIAU1.COM -Berawal dari kasus pencabulan, keluarga korban merasa tertekan dengan adanya ancaman dari oknum penyidik.  Keluarga Renjana (nama samaran), korban pencabulan di Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar) diduga mendapat intimasi dan kriminalisasi dari keluarga tersangka. Tindakan itu setelah keluarga Renjana menerima uang Rp20 juta yang awalnya diperuntukkan untuk pemulihan korban.

Namun nyatanya, uang tersebut sebagai upaya perdamaian untuk menyelesaikan kasus pencabulan dengan mencabut laporan. Keluarga tersangka pun akhirnya meminta uang ganti rugi setelah laporan tidak bisa dicabut.

Keluarga tersangka juga melaporkan keluarga korban dengan tuduhan penggelapan dan penipuan. Dua kasus yaitu pencabulan serta penggelapan dan penipuan ini ditangani Kepolisian Sektor (Polsek) Koto Tangah.

Kuasa hukum keluarga korban, Decthree Ranti Putri meminta Propam Polda Sumbar turut serta dalam mengawasi kasus ini. Sebab intimidasi tak hanya datang dari keluarga tersangka, namun diduga juga dari penyidik polsek.


 
“Intimidasi para penyidik selalu mendatangi keluarga korban dengan menanyakan mana uangnya. Sehingga keluarga korban merasa trauma dan tidak nyamanan,” kata Ranti di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Senin (22/3/2021).

Dalam kasus ini, Ranti menduga Polsek Koto Tangah tidak profesional dalam menangani kasus. Bahkan surat yang dilayangkan pihaknya sampai sekarang belum dibalas oleh pihak polsek. “Meminta mereka (polsek) bersikap profesional dalam menegakkan kasus ini. Karena dalam perjanjiannya itu tidak bisa disebut tidak bisa ditarik dalam kasus penipuan dan penggelapan,” jelasnya.

“Kami berharap kasus (penggelapan dan penipuan) ini dapat segera diproses surat penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3). Karena perjanjiannya mengandung clausa tidak halal sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata),” sambung Ranti.

Syarat sah sebuah perjanjian menurut KUHPerdata yaitu orang yang cakap hukum, causa halal, dan lain-lain. Berdasarkan landasan ini, surat perjanjian uang Rp20 juta tersebut melawan undang-undang dan sudah batal secara konstruksi hukumnya.

“Selain itu, kasus kekerasan seksual merupakan dilik biasa. Yang mana surat perjanjian antar kedua belah pihak bertujuan untuk meringankan lamanya waktu kurungan, bukan membatalkan pengaduan,” ujarnya.

Sebelumnya, keluarga korban mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang dan Nurani Perempuan Women Crisis Center (WCC). Pengaduan dilakukan langsung oleh ayah dan ibu Renjana.

“Keluarga tersangka datang ke rumah sebanyak tiga kali. Mereka menanyakan masalah uang (ganti rugi). Kami merasa tidak nyaman di rumah, dan anak merasa bersalah,” kata Ayah Renjana.

Persoalan uang tersebut tidak hanya dibahas oleh keluarga tersangka, tapi pihak kepolisian juga ikut campur. Penyidik pihak kepolisian pun meminta segera uang ganti rugi tersebut dikembalikan.

Ayah Renjana menceritakan penyidik juga melakukan ancaman jika tidak mengembalikan uang ganti rugi. Jika tidak diganti, maka kasus ditindaklanjuti dan keluarga masuk penjara.

“Jika tidak dikembalikan ibu bisa masuk ke dalam (penjara),” cerita ayah Renjana menirukan kata penyidik.

Pertemuan antara keluarga korban dengan keluarga tersangka dan pihak kepolisian pernah dilakukan di sebuah warung. Pembahasan tetap sama agar uang dikembalikan secara utuh.

Padahal saat itu keluarga korban telah mengembalikan sebesar Rp12 juta dan berupa emas. Namun pengembalian uang tersebut tidak diterima pihak keluarga tersangka, karena meminta uang utuh kembali.

“Penyidik bilang uang dikembalikan, tersangka bebas dan istri saya masuk penjara,” jelasnya.

Ibu Renjana menyebutkan tengat waktu ganti rugi yang diberikan keluarga tersangka selama satu minggu.

“Saya merasa dijebak dengan diberikan uang Rp20 juta tersebut. Awalnya kan keluarga tersangka datang memberikan uang untuk biaya pengobatan,” kata dia dengan berurai air mata.

Padahal sebelumnya, keluarga korban tidak pernah meminta sama sekali uang pengobatan kepada keluarga tersangka. Pemberian uang ini insiatif keluarga tersangka sendiri.

Sampai saat ini, keluarga korban telah pernah satu kali diperiksa sebagai saksi dalam kasus tuduhan penipuan dan penggelapan tersebut. (Langgam.id)