Sejarah Politik Adu Domba Belanda di Kota Padang

Sejarah Politik Adu Domba Belanda di Kota Padang

4 Desember 2020
Warga China di Padang (Foto: Istimewa/padangkita.com)

Warga China di Padang (Foto: Istimewa/padangkita.com)

RIAU1.COM - Semenjak terjadinya gelombang migarasi para pedagang China ke Nusantara dipertengahan abad ke-15, Belanda mulai memainkan politik devide et impera atau politik adu domba terutama di Kota Padang, Sumatera Barat.

Alasannya karena orang-orang Tionghoa ini kerap menjalin hubungan harmonis dengan penduduk setempat, dikutip dari Orang-Orang Tionghoa, Dimana Bumi Dipijak, Disini Langik Dijunjuang, Riniwaty Makmur, Jumat, 4 Desember 2020.

Itikat baik ini dipandang Belanda cukup membahayakan untuk menguasai Indonesia.

Salah satu alasan Belanda berani membuat politik adu domba lantara sejak 1520, mereka telah menguasai pantai barat Sumatera menggantikan peranan kerajaan Aceh.

Kompeni mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memisahkan penduduk setempat dengan Tionghoa.

Salah satunya mengekslusifkan tempat tinggal orang Tionghoa yang memasukkannya kedalam golongan Vreemde Oosterlingen atau oriental asing.

Membuat munculnya istilah seperti Pondok atau Tanah Kongsi. Berkembang menjadi pasar yang ramai dikunjungi oleh kalangan mereka.

Tak hanya itu, Belanda juga membentuk tingkatan golongan penduduk lainnya seperti golongan Eropa, dan pribumi. Puncaknya terjadi di tahun 1854.

Serta memberikan orang Tionghoa hak-hak spesial seperti memungut pajak, menjual candu, membuka rumah judi yang tidak pernah disukai oleh warga tempatan.

Padahal, saat orang Tionghoa ini datang Belanda menerapkan peraturan izin dan hanya memberikan tempat tinggal di daerah pelabuhan di sepanjang pantai barat Sumatera.

Lama kelamaan, Kota Padang didatangi banyak orang. Belanda kembali mengelompokkannya lalu orang-orang menyebutnya dengan sebutan Kampung Jawa, Nias, China, sampai Kampung Keling.

Politik yang dikenal dengan segragasi ini bertujuan untuk mempermudah mereka melakukan kontrol. Bahkan sampai sekarang, kondisi itu masih dapat ditemui.