Prasyarat Normal Baru

Prasyarat Normal Baru

20 Mei 2020
Jokowi /net

Jokowi /net

RIAU1.COM -“Bersiap untuk situasi normal baru” sepertinya sedang menjadi kata-kata kunci dalam komunikasi publik pemerintah belakangan ini. Presiden Joko Widodo memang sudah memerintahkan jajarannya merencanakan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara bertahap jika penyebaran virus corona bisa dikendalikan pada awal Juni ini.

Tata kehidupan baru di tengah pandemi Covid-19 biasa disebut new normal memang cepat atau lambat akan terjadi. Vaksin ataupun obat wabah penyakit mematikan ini tak akan datang dalam waktu singkat. Berbagai prediksi menyebutkan kita harus siap hidup bersama virus corona setidaknya dua-tiga tahun ke depan. Untuk itu, mau tak mau, semua orang harus beradaptasi dengan perubahan di segala aspek kehidupan agar ekonomi bisa berjalan dan kesehatan publik tetap terjaga.

Protokol keselamatan dasar, seperti menjaga jarak antar-individu, selalu mencuci tangan, menggunakan masker setiap saat, dan menghindari kerumunan, tak boleh ditinggalkan meski kelak sekolah, pabrik, perkantoran, dan pusat pelayanan publik kembali dibuka. Gaya hidup kita, dari kebiasaan bepergian dan menjaga kebersihan, pola konsumsi, hingga berbagai norma pergaulan sosial, harus ditinjau ulang.


Namun, sebelum pemerintah melonggarkan PSBB dan memberlakukan situasi normal baru, ada beberapa persyaratan mendasar yang harus dipenuhi. Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 sudah mengatur tata cara pencabutan PSBB. Pelonggaran bisa dilakukan jika jumlah kasus atau jumlah kematian akibat penyakit tidak lagi meningkat dan menyebar secara cepat.

Kepastian bahwa kurva epidemiologi Covid-19 sudah melandai hanya bisa diperoleh jika pelaksanaan tes virus corona dengan metode yang akurat, seperti polymerase chain reaction (PCR), sudah memadai. Tanpa tes yang masif di zona-zona rawan penularan, mustahil mengambil keputusan yang kredibel dan akuntabel tentang pelonggaran PSBB.

Sampai Jumat, 15 Mei lalu, jumlah pasien dalam pengawasan di Indonesia sudah mencapai 34.360 atau bertambah 688 pasien dari hari sebelumnya. Adapun orang yang terkonfirmasi positif menembus angka 16.496, naik 490 jiwa dari hari sebelumnya. Angka kematian juga masih naik menjadi 1.076 jiwa atau bertambah 33 jiwa dari hari sebelumnya. Dari data ini saja, tampaknya belum ada tanda-tanda keberhasilan pengendalian virus corona di Indonesia.

Loading...

Pelonggaran PSBB yang dipaksakan akan berujung pada kerugian publik, baik pada aspek ekonomi maupun kesehatan. Sejak pemerintah melontarkan wacana tentang situasi normal baru, aktivitas masyarakat di berbagai daerah perlahan mulai kembali ramai. Ini sungguh berbahaya. Tanpa data penularan yang lengkap, ledakan pasien baru bisa terjadi setiap saat.

Rencana pemerintah membuka sejumlah daerah tujuan wisata pada awal Juni juga berpotensi menjadi blunder secara ekonomi. Alih-alih menarik kedatangan wisatawan mancanegara dan investasi asing, pemberlakuan situasi normal baru tanpa didukung data epidemiologi yang memadai bisa mengundang kritik dan antipati dunia internasional. Pemerintah negara tetangga tak bakal mengizinkan warganya menempuh risiko berkunjung ke Indonesia.

Walhasil, keputusan pelonggaran yang terburu-buru bisa-bisa gagal menyelamatkan perekonomian kita. Kunci terpenting saat ini adalah memperbaiki penanganan Covid-19. Hanya dengan cara itu, kita bisa mengalahkan pagebluk ini dan kembali bangkit bersama-sama.(Tempo)