Rusli Zainal dan Annas Maamun Berpotensi Bebas di Tengah Pandemi Covid-19

Rusli Zainal dan Annas Maamun Berpotensi Bebas di Tengah Pandemi Covid-19

3 April 2020
Rusli Zainal, Annas Maamun dan Saleh Djasit, tiga Gubenur Riau yang terjerat korupsi/net

Rusli Zainal, Annas Maamun dan Saleh Djasit, tiga Gubenur Riau yang terjerat korupsi/net

RIAU1.COM -Rencana Kementrian Hukum dan HAM untuk melepaskan koruptor berusia lanjut  60 tahun atau menjalani hukuman 2/3 kurungan, mendapat banyak kecaman. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan wacana pembebasan 300 narapidana korupsi yang dilontarkan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly. Meskipun syarat pembebasan itu untuk koruptor yang berumur 60 tahun serta untuk mencegah penyebaran virus korona di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

“Apakah syarat 60 tahun dan menjalani 2/3 masa hukuman harus keduanya atau sifatnya salah satu terpenuhi bisa dibebaskan,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dikonfirmasi, Jumat (3/4).

Menurutnya, usulan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Bahkan mereka yang akan dibebaskan merugikan keuangan negara yang cukup besar. “Saya mencoba mendata napi korupsi di atas 60 tahun dan punya high profile case di KPK,” beber Kurnia, dilansir JPNN.

Mereka yang dimungkinkan bebas diantaranya, terpidana korupsi proyek e-KTP Setya Novanto. Setnov yang berumur 64 tahun telah merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun. Selain Novanto, koruptor yang berpotensi bebas diantaranya mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (63 tahun), mantan pengacara OC Kaligis (77 tahun), mantan Ketua MK Patrialis Akbar (61 tahun), mantan Menteri Kesehatan Siti Fadhilah Supari (70 tahun), mantan pengacara Fredrich Yunadi (70 tahun) hingga mantan Menteri ESDM Jero Wacik (70 tahun).

Dua mantan petinggi Provinsi Riau, Rusli Zainal (63) dan Annas Maamun (80) juga berpotensi untuk bebas dalam bencana pandemi corona ini. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dapat menolak usulan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012.

Terpisah, Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur menyesalkan wacana Yasonna Laoly yang memanfaatkan situasi pandemi virus korona atau Covid-19. Menurutnya, rencana pembebasan koruptor seperti pencuri yang ingin merampok di tengah kondisi bencana.

“Ini semacam merampok disaat suasana bencana, kira-kira gitu. Dia masuk, menyelinap ditengah kepentingan yang berbahaya,” sesal Isnur.

Isnur memandang, rencana tersebut bertentangan dengan landasan berfikir memberikan efek jera terhadap koruptor yang dibangun oleh UU. Terlebih, tindak pidana korupsi (tipikor) tergolong kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. “Jadi sekarang seolah dihapus bahwa korupsi kejahatan yang biasa. Jadi, dia menyamakan maling ayam dengan maling uang negara, uang rakyat. itu yang bahaya,” tegasnya.