Mengenang Kembali Kelamnya Tragedi Bintaro 19 Oktober '87

Mengenang Kembali Kelamnya Tragedi Bintaro 19 Oktober '87

19 Oktober 2019
Ilustrasi tragedi Bintaro (Foto: Istimewa/internet)

Ilustrasi tragedi Bintaro (Foto: Istimewa/internet)

RIAU1.COM - Tak pernah hilang dari ingatan tentang dua rangkaian kereta api bertabrakan di Tangerang pada Senin, 19 Oktober 1987. Peristiwa yang memilukan itu disebut sebagai tragedi Bintaro.


Kejadian Senin pagi, pukul 07.00 itu menewaskan ratusan orang dan di klaim sebagai kecelakaan kereta terburuk sepanjang sejarah Indonesia dikutip dari histori.id, Sabtu, 19 Oktober 2019.

Bermula dari Senin pagi yang sibuk. Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) Sudimara sudah sepakat dengan rencana sebelumnya untuk melakukan persilangan kereta di Stasiun Kebayoran oleh PPKA Kebayoran sebelum KA 220 berangkat dari Kebayoran dengan KA 225 trayek Rangkasibitu-Jakarta Kota.

Namun PPKA Stasiun Kebayoran mengabarkan bahwa KA 220 dengan masinis Amung Sonarya berangkat dari Stasiun Kebayoran (arah timur) menuju Stasiun Sudimara (arah barat). Kabar ini tentu membuat PPKA Stasiun Sudimara kaget.

Dia kaget karena menganggap perubahan rencana sudah disepakati. Serta seluruh lajur kereta di Stasiun Sudimara penuh terisi. Sehingga tidak mungkin dilakukan persilangan dengan KA 220 yang akan datang dari stasiun Kebayoran seperti lazimnya berlaku sesuai jadwal.

Untuk Kereta Api (KA) 225 trayek Rangkasbitung-Jakarta Kota mengangkut 1.887 penumpang yang melebihi kepadatan maksimal hingga memenuhi lokomotif dan atap gerbong.

Sementara KA 220 jurusan Tanah Abang-Merak hanya terisi oleh 478 penumpang dengan kapasitas angkutnya 685 penumpang dan hanya menyentuh angka 72.6 persen dan masih dalam batas normal. Dua kereta ini sama-sama meninggalkan stasiun.

Kesepakatan semula gagal lantaran terjadi pergantian PPKA di Stasiun Kebayoran, sedangkan di Stasiun Sudimara tetap. PPKA Kebayoran Baru tidak mengetahui rencana sebelumnya.

Komunikasi juga sudah dilakukan namun apa yang disampaikan masing-masing pihak tidak jelas. Petugas baru di Stasiun Kebayoran tidak memahami percakapan penting sebelumnya antara pihak Sudimara dengan Kebayoran.

Mendengar kabar bahwa KA 220 telah berangkat menuju barat, PPKA Sudimara berupaya mengosongkan salah satu lajur di Stasiun Sudimara untuk KA 220 dengan cara memindahkan rangkaian KA 225 yang berada di lajur tiga ke lajur satu, walaupun di lajur satu sudah ada rangkaian tujuh gerbong.

Serta memerintahkan seorang petugas untuk memberitahu rencana itu kepada Slamet Suradyo, masinis KA 225. Tapi Slamet justru membawa keretanya meninggalkan Sudimara bergerak menuju Kebayoran pada pukul 06.50.

Keputusan Slamet untuk berangkat lantaran sudah ada rencana persilangan semula oleh PPKA Sudimara dan PPKA Kebayoran di Stasiun Kebayoran.


Sebelum tabrakan terjadi seorang petugas Sudimara berlari sembari menggerakkan kedua tangannya, tanda kereta harus berhenti. Dia juga membunyikan terompetnya. Tapi Slamet tak melihat tanda namun malah melajukan keretanya makin cepat di sebuah tikungan sepanjang 407 meter. Dan akhirnya dua rangkaian kereta bertabrakan. PJKA saat itu menunjuk empat petugas sebagai biang penyebab kecelakaan.