Ini Alasan Minangkabau Dikenal Sebagai Suku Perantau

Ini Alasan Minangkabau Dikenal Sebagai Suku Perantau

16 Agustus 2019
Ilustrasi masyarakat perantau di jam gadang (Foto: Istimewa/Internet)

Ilustrasi masyarakat perantau di jam gadang (Foto: Istimewa/Internet)

RIAU1.COM - Elizabeth E. Graves menceritakan alasan masyarakat Minangkabau dikenal dengan budaya perantaunya.

Elizabeth menjelaskan melalui buku karanganannya dengan judul "Asal Usul Elite Minangkabau Modern Respon Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX" pada halaman 39 yang kami kutip Jumat, 16 Agustus 2019.

Menurutnya, pada awalnya tradisi merantau lebih dikenal di wilayah nagari perbukitan dan marginal ketika tanah persawahan tidak lagi cukup mendukung kepemilikan tanah.

"Disana hampir setiap keluarga penduduknya kecuali yang sangat miskin atau kaya memiliki tradisi marantau," sebutnya.

Sumber pendapatan seperti bertanam padi yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri tidak cukup lagi untuk mengimbangi surplus bagi masyarakat dengan kategori masyarakat seperti penuntut ilmu agama sampai pedagang kecil. Serta daerah-daerah dengan status sosial ekonomi kelas menengah atau kelas menengah bawah.


Selama di perantauan, nama suku membentuk mobilitas geografis. Alam Minangkabau dan di daerah-daerah tempat kelompok orang suku disana mendirikan tempat menetap yang semi permanen.

Keluarga-keluarga yang telah lama memiliki tradisi merantau biasanya mempunyai saudara-saudara di kota-kota manapun di Sumatera Barat dan sejak abad ke-19 hampir semua kota-kota utama di Indonesia.

Di lain sisi, keluarga-keluarga penghulu memiliki prasangka yang berlebihan terhadap para perantau. Penolakan terhadap nilai-nilai idealistik yang diberikan pada kehidupan merantau oleh beberapa komunitas menyebabkan orang-orang ini mengindetikkannya bahwa perantau sebagai penerimaan nasib miskin dan menyerah atas ketidakmampuan mereka untuk hidup senang tanpa ikhtiar ekstra.

Dalam masyarakat ketika penduduk harus mencari tambahan bagi pemasukan setiap tahunnya, posisi penghulu menjadi penentu karena keluarganya tak ada yang pergi merantau.

Kaum penghulu yang menentang proses merantau ini biasanya berada di daerah bersawah luas seperti di Agam, Tanah Datar, Solok, dan Lima Puluh Kota serta di kalangan bangsawan di daerah pantai. Juga di kalangan penghulu dari daerah yang memiliki sawah paling luas di Tanah Datar, kecuali kalau keadaan begitu sulit atau dicari Kompeni Belanda.