Kapolres Meranti Bantah Kematian Erna Terindikasi Kasus Pembunuhan Berbayar

Kapolres Meranti Bantah Kematian Erna Terindikasi Kasus Pembunuhan Berbayar

14 Mei 2019
Pengungkapan kasus pembunuhan Erna Widyawati

Pengungkapan kasus pembunuhan Erna Widyawati

RIAU1.COM - Misteri pembunuhan Erna Widyawati (33) seorang ibu rumah tangga di Gang Manggis Jalan Manggis Kecamatan Tebingtinggi pada Selasa (30/5/2019) lalu kian hangat diperbincangkan masyarakat. 

Bahkan, beredar kabar di lingkungan masyarakat, bahwa kasus pembunuhan Erna ini terindikasi kasus pembunuhan berbayar yang dilakukan atas perintah salah satu keluarga korban. 

Menanggapi hal ini, Kapolres Kepulauan Meranti, La Ode Proyek mengatakan, konferensi pers yang digelarnya ini juga sekaligus untuk menjawab teka teki ditengah masyarakat, dimana rumor yang berkembang sudah sangat liar.

"Opini yang berkembang ditengah masyarakat terlalu menggiring dan membuat pelaku menjadi santai karena dia merasa ada jawaban setelah memantau perkembangan di media sosial," kata Kapolres lagi.

Ia juga membantah semua rumor yang berada di tengah masyarakat yang menyebutkan pembunuhan itu dilakukan karena ada perintah dari salah satu keluarga korban dan dibayar dengan sejumlah uang.

"Jadi tidak benar jika ada yang menyebutkan pembunuhan ini dilakukan aras dasar perintah dari keluarga korban seperti yang sudah beredar di tengah masyarakat," ungkapnya.

Loading...

Diberitakan sebelumnya, kasus pembunuhan Erna merupakan murni kasus pencurian dan kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. 

Disampaikan Kapolres Meranti AKBP La Ode Proyek dalam konfrensi persnya, pelaku berinisial IG (19), warga Kompleks Jalan UKA, Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti.

"Tersangka merupakan mantan narapidana. Sebelumnya pernah terjerat kasus pencurian pada tahun 2016 dengan hukuman 6 tahun penjara sampai November 2020 nanti. Saat ini statusnya pembebasan bersyarat" ungkap La Ode Proyek, Selasa (14/5/2019). 

Atas perlakuannya itu, tersangka dijerat dengan pasal 365 ayat 3 Jo 338 dengan maksimal ancaman hukuman 15 tahun penjara.