Oknum ASN dan Direktur CV Terseret, Kejati Riau Umumkan 2 Tersangka Kasus Video Wall Pemko Pekanbaru

Oknum ASN dan Direktur CV Terseret, Kejati Riau Umumkan 2 Tersangka Kasus Video Wall Pemko Pekanbaru

6 Februari 2020
Kajati Riau Mia Amiati (dok riau1)

Kajati Riau Mia Amiati (dok riau1)

RIAU1.COM -Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis 6 Februari 2020 siang, mengumumkan penetapan tersangka terkait kasus pengadaan video wall di Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik dan Persandian Pemerintah Kota Pekanbaru.

Pengadaan video wall ini diketahui menelan APBD tahun 2017 senilai Rp4,4 miliar. Berdasarkan perhitungan penyidik di Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau, video wall itu merugikan negara Rp3,9 miliar.

Dalam penanganan perkaranya, perbuatan korupsi ini menyeret dua tersangka dan berkasnya masih dilengkapi dengan memeriksa sejumlah saksi.

Kepala Kejati Riau Mia Amiati mengungkapkan, satu tersangka dalam proyek ini merupakan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) berinisial VH. Dia merupakan aparatur sipil negara (ASN).

"Satu tersangka lagi inisial AMI. Dia merupakan Direktur CV Solusi Arya Prima atau rekanan dalam proyek ini," kata Mia didampingi Asisten Pidana Khusus Hilman Azazi di Kejati Riau pada Kamis siang.

Mia menyebutkan kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tidak menutup kemungkinan kedua tersangka segera ditahan untuk mempermudah penyidikan. Apalagi jika nantinya kedua tersangka tidak koperatif atau berusaha menghilangkan barang bukti.

"Nanti dikoordinasikan dengan intelijen sebagai upaya pencegahan," kata mantan Wakil Kepala Kejati Riau ini.

Mia menyebutkan, pengadaan video wall ini menggunakan e-katalog. Barang yang dipesan asli namun rekanan tidak menyertakan dokumen resmi dan garansi sebagaimana diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19/M-DAG/PER/5/ 2009.

Dalam Pasal 2 dan 3 peraturan itu, pengadaan barang elektronik dalam negeri harus menggunakan petunjuk penggunaan ataupun jaminan bahasa Indonesia. Harus juga ada alamat importir, petunjuk pemeliharaan dan buku panduan.

Loading...

"Jadi bisa dikatakan ini barang ilegal, barang memang asli," tegas Mia yang juga didampingi Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau Muspidauan.

Menurut Mia, rekanan dan PPTK diduga membuat dokumen seolah-olah barang elektronik untuk video wall itu asli. Rekanan juga menyertakan pemeliharaan selama 12 bulan tapi tidak resmi.

"Seharusnya kalau itu barang legal ada garansi resmi dari pabrik ataupun distributor," bebernya.

Terpisah, Hilman Azazi menyebut terungkapnya penyelewengan ini bermula dari tidak berfungsinya dua monitor di video wall. Dinas itu lalu menghubungi distributor produk tapi tak bisa dilakukan karena ketiadaan kartu garansi.

Selanjutnya, dinas dimaksud mencari bengkel eletronik biasa untuk memperbaiki monitor rusak. Hal ini akhirnya terendus kejaksaan lalu ditelusuri hingga akhirnya ditemukan barang-barang elektronik di video wall tidak berasal dari distributor resmi.

"Untuk video wall itu sekarang masih digunakan, barangnya ada tapi pengadaannya tidak sesuai kontrak," kata dia.

Menurut Hilman, perhitungan kerugian negara dalam proyek ini dilakukan jaksa. Hal itu sah dalam penyidikan dan tidak mesti dilakukan badan pemeriksa keuangan ataupun instansi lainnya.

"Rp 3,9 miliar itu total lost. Anggarannya Rp 4,4 miliar lebih, yang Rp 500 juta tidak dihitung karena sudah masuk pajak," jelasnya.

Menurut Hilman, kasus ini juga menjadi pelajaran bagi pengadaan barang elektronik yang menggunakan e-katalog. Kehati-hatian sangan diperlukan karena masih ada pihak yang ingin berbuat jahat.