PKS Sebut Gagal Geledah Kantor DPP PDIP Bukti UU Revisi KPK Lemahkan Pemberantasan Korupsi

PKS Sebut Gagal Geledah Kantor DPP PDIP Bukti UU Revisi KPK Lemahkan Pemberantasan Korupsi

13 Januari 2020
Ketua Departemen Politik DPP PKS, Pipin Sopian

Ketua Departemen Politik DPP PKS, Pipin Sopian

RIAU1.COM - Revisi Undang-undang KPK membuat pemberantasan korupsi menjadi terlalu birokratis, padahal perkara yang ditangani lembaga ini merupakan kejahatan 'kerah putih'.

Hal ini kemudian menjadi kritikan Ketua Departemen Politik DPP PKS, Pipin Sopian atas lambannya KPK dalam menelusuri kasus dugaan suap yang melibatkan politikus PDI-Perjuangan Harun Masiku.

Beberapa waktu lalu, KPK tidak bisa melakukan penggeledahan di Kantor DPP PDI-Perjuangan, Jakarta. Pipit menyebut, penyebab utama karena revisi UU KPK 19/2019 yang melahirkan birokrasi panjang dalam penelusuran kasus tindak pidana korupsi.

"Ini bukti awal, revisi UU KPK telah membuat pemberantasan korupsi di Indonesia jadi birokratis dan akhirnya memble," ucap Pipin, Senin 13 Januari 2020.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah, kehadiran Dewan Pengawas (Dewas) KPK, yang menjadi pintu utama bagi penyidik untuk melakukan penggeledahan dan peyadapan.

Pipin menuturkan, kewajiban penyidik KPK meminta izin penyadapan dan penggeledahan kepada Dewas KPK meningkatkan potensi penghilangan barang bukti.

"Sangat ironis. Penggeledahan diumumkan sudah dapat izin dan akan dilaksanakan pekan depan. Jangankan hitungan pekan, hitungan menit kalau bocor ya, hilang semua barang bukti," sebutnya.

Ia pun meminta Presiden Jokowi mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) KPK. "Jika Perppu KPK tidak dikeluarkan presiden dan atau revisi UU KPK dilakukan DPR, maka pemberantasan korupsi di Indonesia hanya sekedar mitos. Pejabat negara bebas menerima suap dan uang negara gampang digarong koruptor," tukasnya.