Suap Pengadaan Barang PT INTI, Dirkeu AP II Tak Sendirian Atur Proyek

Suap Pengadaan Barang PT INTI, Dirkeu AP II Tak Sendirian Atur Proyek

2 Agustus 2019
Dirkeu PT AP II, Andra Y Agussalam usai diperiksa KPK, Jumat.

Dirkeu PT AP II, Andra Y Agussalam usai diperiksa KPK, Jumat.

RIAU1.COM - Kasus suap pengadaan barang ini terus diusut. Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan mengusut keterlibatan pihak lain menyusul ditetapkannya Direktur Keuangan BUMN PT Angkasa Pura II (Persero) Andra Agussalam sebagai tersangka suap.

Seperti dilansir bisnis.com, Jumat, 2 Agustus 2019, Andra Y Agussalam diduga menerima suap S$96.700 dari staf PT INTI Taswin Nur terkait dengan proyek pengadaan pekerjaan baggage handling system (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo (anak usaha AP II) yang dilaksanakan oleh PT INTI pada 2019.

 

"Apakah keputusan itu bisa diambil seorang diri [oleh Andra]? Sudah pasti tidak. Kemungkinan akan dikembangkan [ke pihak lain] karena operasi ini adalah operasi tangkap tangan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers, Kamis (1/8/2019) malam.

Menurut Basaria, tim saat ini masih bekerja dalam penyidikan kasus pengadaan proyek BHS yang menelan biaya sebesar Rp86 miliar untuk enam bandara yang dikelola AP II tersebut.

Apalagi, KPK telah meminta keterangan dari sejumlah pihak sehari setelah kegiatan OTT terjadi.

Mereka yang dimintai keterangan adalah Executive General Manager, Divisi Airport Maintenance AP II Marzuki Battung; Direktur PT APP Wisnu Raharjo serta Staf PT INTI Tedy Simanjuntak.

Selain Andra, dalam perkara ini KPK juga menetapkan staf PT INTI Taswin Nur sebagai terduga pemberi suap. Dalam kontruksi perkara, KPK tak mengungkap secara detail perannya selain hanya memberikan uang suap untuk Andra melalui seorang sopir di  kawasan pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

"TSW [Taswin Nur] orang kepercayaan pejabat utama disana [PT INTI]," ungkap Basaria sedikit memberikan identitas Taswin Nur.

Kasus ini berawal ketika PT APP berencana melakukan tender pengadaan proyek BHS, tetapi Andra malah mengarahkan anak usahanya itu agar proyek BHS tersebut ditunjuk secara langsung kepada PT INTI.

Padahal, kata Basaria, dalam pedoman perusahaan penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila terdapat justifikasi dari unit teknis bahwa barang dan jasa hanya dapat disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang telah mendapat izin dan pemilik paten. 

"AYA [Andra Agussalam] juga mengarahkan adanya negosiasi antara PT APP dan PT INTI untuk meningkatkan DP [down payment] dari 15 persen menjadi 20 persen untuk modal awal PT INTI dikarenakan ada kendala cashflowdi PT INTI," kata Basaria.

Selanjutnya, atas arahan Andra tersebut lantas ditindaklanjuti oleh Executive General Manager, Divisi Airport Maintenance AP II Marzuki Battung guna menyusun spesifikasi teknis yang mengarah pada penawaran PT INTI. 

"Berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT INTI terlalu mahal sehingga kontrak pengadaan BHS belum bisa terealisasi," ujar Basaria.

 

Andra juga mengarahkan Direktur PT APP Wisnu Raharjo agar mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI agar uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal. 

"AYA [Andra Agussalam] diduga menerima uang S$96.700  [setara Rp944 juta] sebagai imbalan atas tindakannya mengawal agar proyek BHS dikerjakan oleh PT INTI," kata Basaria.

Atas perbuatannya, Andra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun, Taswin disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

R1/Hee