Mukadi, Petani yang Sukses Kembangkan Jenis Salak Madu di Dayun Kini Berharap Dukungan Pemkab Siak

Mukadi, Petani yang Sukses Kembangkan Jenis Salak Madu di Dayun Kini Berharap Dukungan Pemkab Siak

8 Juli 2019
Mukadi (kiri) menunjukkan jenis salak madu yang tengah dikembangkannya di Kecamatan Dayun, Siak (foto: rizal/riau1.com))

Mukadi (kiri) menunjukkan jenis salak madu yang tengah dikembangkannya di Kecamatan Dayun, Siak (foto: rizal/riau1.com))

RIAU1.COM - Buah Salak merupakan perkebunan yang cukup berpotensi di wilayah Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Riau. Pengembangan buah dengan cirikhas kulit bersisik itu begitu pesat dikarenakan ketersediaan lahan masyarakat yang cukup luas.

Dari data yang dirangkum Riau1.com, tercatat pada tahun 2013 ada sebanyak 31 hektare lahan masyarakat telah digunakan sebagai lahan penanaman salak, dengan hasil produksi mencapai hingga 140 ton.

Keberadaan kebun salak di Kecamatan Dayun sendiri, diarahkan dengan upaya investasi perluasan perkebunan salak, untuk konsumsi dan diolah menjadi produk makanan seperti keripik, syrup, dodol, serta kue dari salak seperti brownies yang diwacanakan menjadi produk asli Kecamatan Dayun.

Riau1.com mencoba mengunjungi salah satu kampung di Kecamatan Dayun, yakni Kampung Bandar Seminai, sekira 35 menit perjalanan dari Kantor Camat Dayun.

Di sana, terhampar ratusan pohon salak tumbuh teratur di sekitar pemukiman warga dan diantara rimbunnya pepohonan sawit di sekeliling kampung.

Mukadi (65) salah seorang petani salak jenis salak madu di Kampung Bandar Seminai menceritakan, 11 tahun yang lalu dirinya merupakan petani padi.

Namun, dikarenakan lahan dan perawatan sawah di kampung tersebut kurang memadai, ia pun beralih menjadi petani salak pondoh dan 2 tahun terakhir mengganti tanaman salaknya menjadi Salak Madu yang terkenal dengan daging lembut nan manis.

Kini, Mukadi pun menjadi satu-satunya petani salak madu di Kampung Bandar Seminai, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak.

"Dulu saya tanam padi, tapi karena sering gagal panen, saya mencoba mencari alternatif lain. Akhirnya saya tanam salak pondoh," kata Mukadi kepada Riau1.com, Senin 8 Juli 2019.

"Karena salak pondoh yang menanam di sini cukup banyak, saya ganti dengan salak madu ini, Alhamdulillah sekarang omset kita perbulannya bisa mencapai Rp3 juta hingga Rp4 jutaan," ungkapnya.

Mukadi memiliki sekitar 2.000 batang salak di lahan seluas 2.500 meter persegi, dan ia hampir setiap hari memanen salak madu, karena banyak warga sekitar maupun warga di luar Kabupaten Siak yang ingin menikmati manisnya buah tersebut.

Ia menuturkan, selama menjadi petani salak, belum ada sedikitpun perhatian dari pemerintah setempat, baik itu untuk perawatan maupun pendistribusian buah hasil panen.

"Saya menanam ini dari modal sendiri, tanpa sedikitpun bantuan dari pemerintah. Awalnya hanya 4 batang yang saya beli dengan harga Rp150 ribu per batangnya. Alhamdulillah sekarang sudah ribuan," ujarnya.

Mukadi pun menaruh harapan ke Pemkab Siak untuk memperhatikan petani-petani yang berada di Kecamatan Dayun tersebut, setidaknya memberikan bantuan berupa sumur untuk petani.

"Salak ini butuh perawatan mas, rata-rata petani di sini kusulitan untuk perawatannya, seperti pupuk dan sumber air. Kita harap pemerintah lebih memperhatikan kami," pungkasnya.(R1)

 

Penulis: M Rizal Iqbal