Hindari Konflik Kepentingan, Hakim MK Tak Boleh Sidang Sengketa Pileg 2019 dari Daerah Asalnya

Hindari Konflik Kepentingan, Hakim MK Tak Boleh Sidang Sengketa Pileg 2019 dari Daerah Asalnya

1 Juli 2019
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono. Foto: Kumparan.com.

Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono. Foto: Kumparan.com.

RIAU1.COM -Usai menyelesaikan sengketa Pilpres 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) kini tengah menyiapkan persidangan sengketa Pileg 2019. Dalam sidang yang diagendakan dimulai 9 Juli mendatang, MK membagi persidangan ke dalam tiga panel. 

Artinya 9 hakim MK dibagi 3 bagian untuk menangani perkara berbeda. Panel pertama akan dipimpin Ketua MK Anwar Usman bersama dengan hakim konstitusi Enny Urbaningsih dan Arief Hidayat. 

Sedangkan panel kedua dipimpin oleh hakim konstitusi Aswanto bersama Saldi Isra dan Manahan Sitompul. Kemudian di panel ketiga, akan dipimpin oleh hakim knstitusi I Gede Dewa Palguna bersama Suhartoyo dan Wahiduddin Adams.

"Ya, didistribusikan sedemikian rupa seluruh perkara yang diregistrasi. Nanti dengan mempertimbangkan antara lain keseimbangan jumlah perkara di masing-masing panel," ujar juru bicara MK Fajar Laksono dikutip dari Kumparan.com, Senin (1/7/2019).

Pembagian panel itu juga mempertimbangkan asal perkara dan asal hakim. Misalnya, panel yang disidangkan oleh hakim asal Bali, tak akan menyidangkan perkara gugatan dari Bali. 

"Dan hakim konstitusi pada masing-masing panel tidak memeriksa perkara dari daerah asalnya. Ini ikhtiar untuk mencegah potensi konflik kepentingan," jelasnya.

Misalnya, dari Sumbar tidak akan masuk ke panel Profesor Saldi Isra. Jadi begitu akan ada upaya MK untuk meminimalisir atau menihilkan yang namanya conflict of interest.

Sama seperti sengketa pilpres, proses sidang pileg juga akan melewati sidang pendahuluan, pemeriksaan, dan akan diputus pada 6-9 Agustus. 

"Nanti kita mulai sidang itu tanggal sembilan. Sidang pendahuluan. Kalau sidangnya secara keseluruhan sampai tanggal 30 Juli," terangnya.