Bermain Api Pelonggaran Pembatasan Sosial

Bermain Api Pelonggaran Pembatasan Sosial

7 Mei 2020
PSBB yang mengakibatkan macet/net

PSBB yang mengakibatkan macet/net

RIAU1.COM -TERLALU dini bagi pemerintah untuk melonggarkan pembatasan sosial berskalabesar (PSBB), terutama di pusat-pusat ekonomi. Pemerintah akan menghidupkan kembali sentra-sentra bisnis yang masih bisa beroperasi di tengah pandemi Covid-19. Niat pemerintah ini dikemukakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan KeamananMahfud Md. pekan lalu.

Pemerintah tampaknya melihat kondisi ekonomi, terutama di level menengah ke bawah yang benar-benar menderita, perlu segera dibantu. Belum lagi penderitaan puluhan ribu pekerja yang dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja, termasuk para pengemudi angkutan online yang kehilangan konsumen. Bantuan langsung tunai jelas tak akan banyak menolong karena angkanya yang masif. Pelonggaran pembatasan mungkin lebih bisa membantu mereka bangkit.

Tidak ada yang salah dengan pertimbangan tersebut. Namun tetap harus diingat bahwa penerapan pembatasan sosial berskala besar tidaklah didasarkan pada pertimbangan ekonomi atau bisnis, melainkan kesehatan. Parameternya jelas: penambahan jumlah pasien dalam pengawasan, jumlah penderita positif corona, jumlah kematian, dan jumlah yang sembuh, serta pola sebaran dan penularannya. Jika trennya menurun, pelonggaran bisa dipertimbangkan.

Itulah sebabnya, data yang menyeluruh dan konsisten menjadi sangat penting. Apa yang terjadi di Jakarta bisa dijadikan contoh. Sampai 21 April 2020, muncul optimisme yang luar biasa karena penambahan jumlah kasus positif corona menurun dan kurvanya cenderung melandai. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah mulai berbicara tentang pengakhiran PSBB. Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19Doni Monardo bahkan mengatakan bahwa wabah Covid-19 akan berakhir pada Juni.


Pernyataan Doni dan optimisme para pejabat pemerintah bisa sangat menyesatkan. Salah satu buktinya adalah Jakarta. Dalam sepekan terakhir, jumlah penambahan kasus positif corona kembali melonjak ke angka di atas 100 orang per hari. Dalam sepekan terakhir dibandingkan dengan pekan sebelumnya, data nasional juga menunjukkan peningkatan kasus positif corona meskipun tipis, yakni 334 kasus berbanding 327 kasus. Artinya, peluang untuk melonggarkan, apalagi mengakhiri pembatasan sosial, sangat kecil.

Terlebih PSBB di Jabodetabek, kawasan episentrum Covid-19, ternyata tidak dijalankan dengan optimal. Hasil kajian Centre for Strategic and International Studies bersama Facebook dengan memanfaatkan Facebook Disease Prevention Map menunjukkan bahwa mobilitas orang masih cukup tinggi sejak PSBB diberlakukan pada 10 April lalu. Peta itu menyediakan data pergerakan pengguna Facebook yang mengaktifkan Facebook dan fitur Sistem Pemosisi Global (GPS) di gawainya. Salah satu yang mobilitasnya cukup tinggi adalah jalur Bekasi Barat-Jakarta.

Loading...


Melihat data tersebut, pemerintah harus membuang jauh pikiran untuk pelonggaran atau pengakhiran pembatasan sosial. Apalagi validitas data menyangkut Covid-19 masih diragukan. Misalnya, apakah jumlah kasus positif corona yang kecil di Indonesia karena jumlahnya memang kecil atau jumlah tes yang sedikit menghasilkan angka yang rendah. Kesimpulan bisa sangat melenceng jika data tidak valid.

Pemerintah tak ubahnya seperti bermain api jika merealisasi niat melonggarkan pembatasan sosial. Langkah yang lebih tepat saat ini adalah menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai. Selain itu, pemerintah sebaiknya memperbaiki data penerima bantuan. Selama sebulan pertama ini, banyak bantuan yang salah sasaran. Jika kondisi ini terus berlanjut, tujuan pemberian bantuan tidak akan terpenuhi. Indonesia akan makin jauh dari pengakhiran dampak pandemi Covid-19.

(Tempo)