Ternyata Ini Tujuan Revisi UU KPK, Wewenang Pimpinan KPK Dicabut

Ternyata Ini Tujuan Revisi UU KPK, Wewenang Pimpinan KPK Dicabut

18 September 2019
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. Foto: Kumparan.com.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. Foto: Kumparan.com.

RIAU1.COM -Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menilai revisi UU KPK akan membuat proses operasional kerja di lembaganya berubah. Termasuk di antaranya pimpinan KPK.

Merujuk pada UU KPK sebelum disahkan, dua ayat pada Pasal 21 menyatakan bahwa Pimpinan KPK merupakan penyidik dan penuntut umum serta penanggung jawab tertinggi. Namun, kedua ayat tersebut tak ada di dalam versi revisi.

"Pasti ada perubahan dalam proses bisnis (operasional) di KPK. Seperti yang kita lihat misalnya di Pasal 21 di sana tidak disebutkan pimpinan KPK itu sebagai penyidik maupun penuntut umum dan juga penanggung jawab tertinggi di KPK bukan pimpinan," ujar Alex dikutip dari Kumparan.com, Rabu (18/9/2019).

Ketiadaan aturan bahwa pimpinan KPK merupakan penyidik dan penuntut umum, akan membuat ketidakjelasan siapa nantinya yang akan menandatangani Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik). Saat ini, Sprindik selalu ditandatangani pimpinan.

"Kalau penghilangan peran pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum memang tidak ada di Pasal 21. Apakah itu juga menghilangkan peran pimpinan sebagai penyidik dan penuntut umum, artinya nanti ya seperti Sprindik, surat perintah penahanan, terus surat perintah penyidikan, itu bukan pimpinan yang tanda tangan," ucap Alex.

Pada pasal 21 versi revisi itu juga memuat poin baru, yakni Dewan Pengawas. Disebutkan bahwa KPK terdiri dari tiga golongan yakni Dewan Pengawas, Pimpinan, dan Pegawai.

Penempatan Dewan Pengawas dalam pucuk pasal 21 itu, dinilai secara tak langsung berperan pula pada berubahnya fungsi pimpinan. Salah satunya soal izin penyadapan.

"Artinya apa, nanti Dewan Pengawas yang akan hadir dalam ekspose. Karena apa, di dalam penjelasan pasal terkait dengan izin penyadapan kan di situ ada Dewan Pengawas akan memberikan izin penyadapan setelah dilakukan gelar perkara," kata Alex.

Penggeledahan dan penyitaan itu rangkaian diterbitkannya sprindik dan ditetapkannya tersangka. Artinya, kalau Dewan Pengawas tidak mengizinkan dilakukan penggeledahan atau penyitaan, otomatis sprindik tidak keluar.

Meski berbeda dengan isi dari UU KPK sebelumnya, Alex mengaku menghormati setiap poin di dalamnya. Menurutnya, apapun yang tertuang dalam revisi tersebut nantinya akan langsung disesuaikan dengan kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK ke depan.

"Memang ya kami hormati apapun putusan dari DPR maupun nanti kalau sudah ditanda tangani dari pemerintah terkait dengan revisi UU, apapun hasilnya kami akan sesuaikan. Meskipun apakah itu akan menjadi pertanyaan masyarakat, apakah itu akan memperkuat KPK atau tidak nanti kita lihat," kata Alex.

Saat ini, revisi UU KPK sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR pada 17 September 2019.