Konten Radikalisme dan Terorisme Paling Banyak Diblokir Kemkominfo dari Facebook dan Instagram

Konten Radikalisme dan Terorisme Paling Banyak Diblokir Kemkominfo dari Facebook dan Instagram

19 Maret 2019
Ilustrasi media sosial.

Ilustrasi media sosial.

RIAU1.COM -Konten radikalisme dan terorisme yang telah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) hingga 2019. Konten tersebut paling banyak ditemukan dari media sosial Facebook dan Instagram.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu dalam keterangan dikutip dari Antara, Selasa (19/3/2019), mengatakan, dari 10.499 konten diblokir selama 2018, sebanyak 7.160 konten di Facebook dan Instagram. Sebanyak 1.316 konten di Twitter, 677 konten di Google/Youtube, 502 konten di Telegram, 502 konten di file sharing, dan 292 konten di situs web.

"Sementara selama Januari sampai Februari 2019 telah dilakukan pemblokiran sebanyak 1.031 konten yang terdiri 963 konten Facebook dan Instagram dan 68 konten di Twitter," tutur Ferdinandus.

Terdapat pertumbuhan pemblokiran konten radikalisme dan terorisme secara signifikan. Dalam kurun waktu 2009-2017, pemblokiran konten yang berkaitan radikalisme dan terorisme hanya sebanyak 323 konten yang terdiri dari 202 konten di situs web, 112 konten di platform telegram, delapan konten di Facebook dan Instagram dan satu konten di Youtube.

Sementara dengan mesin AIS atau crawling yang dioperasikan sejak Januari 2018, lebih dari 10.000 konten radikalisme dan terorisme ditapis dalam setahun, dibandingkan hanya sebanyak 323 konten selama lebih dari tujuh tahun. Mesin AIS terus melakukan pencarian konten dalam situs web atau platform setiap dua jam sekali.

Kominfo juga bekerja sama dengan Polri untuk menelusuri akun-akun yang menyebarkan konten terorisme, radikalisme dan seperatisme. Sedangkan tindakan pemblokiran atau penapisan konten dilakukan atas permintaan dan koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT).

Selain itu, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Sebelumnya, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan terduga teroris yang ditangkap di Sibolga dan Lampung berkomunikasi dengan Facebook, surel serta aplikasi perpesanan.