Sofyan Basir Divonis Bebas, Ini Kata Ahli Hukum Pidana Indriyanto Seno Adji

Sofyan Basir Divonis Bebas, Ini Kata Ahli Hukum Pidana Indriyanto Seno Adji

5 November 2019
Mantan Dirut PT PLN Persero, Sofyan Basir

Mantan Dirut PT PLN Persero, Sofyan Basir

RIAU1.COM - Mantan Dirut PT PLN Persero, Sofyan Basir divonis bebas. Hal ini dinilai harus menjadi bahan evaluasi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mencari bukti yang kuat dalam suatu perkara.

Hal itu diungkapkan ahli hukum pidana, Indriyanto Seno Adji. ia menyebut, bebasnya Sofyan atas perkara dugaan suap PLTU Riau-1 merupakan hal yang wajar dalam sistem peradilan pidana.

"Putusan Bebas (vrijspraak) atau pemidanaan adalah sesuatu kewajaran dalam sistem peradilan pidana dengan model Due Process of Law seperti dalam kasus SB (Sofyan Basir) ini," ucap Indriyanto, Selasa 5 November 2019.

"Jadi tidak perlu mempersalahkan siapapun entitas dalam kasus ini. Siapapun harus menghormati dan menghargai keputusan badan peradilan sebagai representasi kekuasaan yudikatif yang bebas dan independen," sambungnya.

Indriyanto melanjutkan, apalagi dalam sistem peradilan, Hakim merupakan pihak yang independen. Karenanya, Jaksa KPK harus memiliki bukti-bukti yang cukup meyakinkan adanya keterlibatan Sofyan Basir dalam tindak pidana penyuapan yang dilakukan anggota DPR RI, Eni Maulani Saragih dan Johannes Kotjo.

"Putusan bebas ini sebaiknya menjadikan KPK untuk lakukan koreksi internal dalam bidang penyidikan atau penuntutan," jelasnya.

Indriyanto menuturkan, bisa saja bukti yang dimiliki KPK sangat minim, Dan belum memenuhi syarat minimal dua alat bukti yang bisa meyakinkan Hakim.

"Akibatnya, dakwaan atas Pasal 55 (Penyertaan) maupun Pasal 56 KUHP (Pembantuan) menjadi tidak relevan manakala tidak terpenuhinya minimum dua alat bukti," tuturnya.

Untuk itu, mantan pimpinan KPK ini berpendapat, sudah menjadi kewajiban bila lembaga anti korupsi ini memiliki dewan pengawas. "Pengalaman kami di KPK, diakui adanya kelemahan pada sistem pengawasan terhadap pelaksanaan upaya paksa seperti kasus SB maupun kasus-kasus lainnya," jelasnya.

"Pengawasan Internal tidak cukup. Untuk itu konsep Dewan Pengawas merupakan suatu keharusan terhadap lemahnya pengawasan upaya paksa ini," pungkasnya.