Hakim PN Siak Vonis PT DSI Denda Rp6 Miliar, JPU Ajukan Banding

Hakim PN Siak Vonis PT DSI Denda Rp6 Miliar, JPU Ajukan Banding

1 Agustus 2019
Ilustrasi

Ilustrasi

RIAU1.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Siak menyatakan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Siak terhadap PT Duta Swakarya Indah (DSI) terkait perkara budidaya tanaman perkebunan di luar izin usaha perkebunan (IUP).

Sebab, Hakim Ketua Roza Elafrina yang didampingi Hakim Anggota Risca Fajarwati dan Selo Tantular memutuskan Direktur PT DSI, Misno bersalah dengan denda hanya Rp6 miliar saja, yang jauh dari tuntutan JPU dengan dengan denda Rp13 miliar.

"Memang kita kecewa, tapi kita tetap menghormati keputusan majelis hakim. Berbeda pendapat antara jaksa dan majelis itu biasa, yang penting kita di tim sudah maksimal dan segara mempelajari salinan putusan," ujar JPU, Herlina Samosir usai persidangan di Siak, Kamis 1 Agustus 2019.

Sidang kali ini semakin menunjukkan betapa kuatnya PT DSI di PN Siak. Karena, dua pekan lalu perkara dugaan pemalsuan yang menimpa Suratno, yang juga Direktur PT DSI sebelumnya bersama Mantan Kadishutbun Siak juga diputus bebas oleh majlis hakim yang sama.

Alasan majelis hakim menjatuhkan putusan kali ini karena menganggap PT DSI ada melakukan kerjasama dengan masyarakat. Padahal, warga di lokasi lahan yang digarap PT DSI, Kampung Sengekemang, Kecamatan Koto Gasib, Siak meminta PT DSI hengkang dari tanah mereka.

"Pengurus Koperasi Sengkemang yang tinggal di desa itu tidak mengakui adanya kerja sama apapun dengan masyarakat. Ini yang menurut kita juga berbeda pendapat dengan majlis," ujar Herlina.

Sebelumnya, terhadap tindak pidana perkebunan oleh PT DSI yang melakukan kegiatan usaha budidaya tanaman perkebunan di luar IUP di desa Sengkemang, JPU menjerat Misno dengan pasal 105 jo Pasal 47 Ayat (1) jo Pasal 113 Ayat (1) UU No 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dengan tuntutan pidana denda Rp13 miliar.

Dasar tuntutan Pasal 105 terhadap korporasi dipidana denda maksimum Rp10 miliar dan Pasal 113 Ayat (1) korporasi dipidana denda maksimum ditambah sepertiga dari pidana denda. Sementara putusan majlis hakim berkurang terlalu jauh dari tuntutan yang seharusnya, yakni sebesar Rp6 miliar.

"Alasan kami banding, berdasarkan amanat Pasal 113 Ayat (1) UU perkebunan bahwa korporasi dipidana dengan pidana denda maksimum ditambah dengan sepertiga dari pidana denda," kata Lina, panggilang akrab Herlina Samosir.

Lina mengatakan pihaknya akan secepatnya mempelajari salinan putusan majlis. Ia juga tetap optimisme dengan upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Riau.