Ustadz Abu Bakar Baasyir Tak Mungkin Bebas Murni, Ini Penjelasan Mahfud MD

Ustadz Abu Bakar Baasyir Tak Mungkin Bebas Murni, Ini Penjelasan Mahfud MD

22 Januari 2019
Ustadz Abu Bakar Baasyir didampingi kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra (kanan).

Ustadz Abu Bakar Baasyir didampingi kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra (kanan).

RIAU1.COM - Banyak jadi perbincangan di publik. Pembebasan terpidana kasus terorisme Ustadz Abu Bakar Ba'asyir menimbulkan pro-kontra di masyarakat.

Pasalnya, Apakah pendakwah itu bisa bebas tanpa menandatangani surat pernyataan setia pada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Begini penjelasan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Mahfud MD.

Seperti dikutip Riau1.com dari bisnis.com, Selasa, 22 Januari 2019, Mahfud MD menjelaskan dasar hukum yang paling memungkinkan terkait pembebasan Ba'asyir dalam akun Twitter resminya, Selasa (22/1/2019).

 

"Tak mungkin Abu Bakar Ba'asyir (ABB) dikeluarkan dengan bebas murni, sebab bebas murni hanya dalam bentuk putusan hakim bahwa yang bersangkutan tak bersalah. Yang mungkin, sesuai dengan hukum yang berlaku, ABB hanya bisa diberi bebas bersyarat. Artinya dibebaskan dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi," jelas pria kelahiran Sampang, Madura, 13 Mei 1957 ini.

 Mahfud menjelaskan pembebasan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi yang diklaim merupakan usulan dari kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra, bukanlah grasi (ampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada orang yang telah dijatuhi hukuman), apalagi murni dibebaskan.

"Beda antara grasi, bebas murni, dan bebas bersyarat. ABB tak pernah minta grasi karena tak mau mengaku bersalah, sehingga Presiden tak bisa memberi grasi. Dia juga tidak bebas murni, karena nyatanya sudah diputus bersalah oleh pengadilan. Jadi, yang mungkin bagi ABB hanya bebas bersyarat," tambah Mahfud MD.

Dalam hal ini, syarat pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana diatur dalam Pasal 82 Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) RI nomor 03 tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

 

Bahkan, Pasal 84 mengatur lebih lanjut syarat tambahan bagi narapidana tindak pidana terorisme. Yaitu:

a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;

b. telah menjalani paling sedikit 2/3 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (sembilan) bulan;

c. telah menjalani Asimilasi paling sedikit 1/2 (satu per dua) dari sisa masa pidana yang wajib dijalani; dan

d. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana dan menyatakan ikrar:

1. kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana warga negara Indonesia; atau

2. tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana warga negara asing.

Oleh karena itu, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2008-2013 ini pun menambahkan bila ada pihak yang tetap ingin mendorong pembebasan Ba'asyir, mereka wajib memenuhi syarat-syarat administratif untuk Pembebasan Bersyarat sesuai UU dan Hukum Internasional.

"Selain syarat-syarat administrarif lainnya, bebas besyarat harus dimulai dengan terpenuhinya keadaan:

1) Menurut hukum positif harus sudah menjalani 2/3 dari masa hukumannya atau;

2) Menurut konvensi internasional yang bersangkutan harus sudah berusia 70 tahun.

R1/Hee