Ekonomi Lesu, Toko Elektronik Sepi Bagai Kuburan

Ekonomi Lesu, Toko Elektronik Sepi Bagai Kuburan

9 November 2019
Pertokoan elektronik di Jakarta sepi pembeli, Sabtu.

Pertokoan elektronik di Jakarta sepi pembeli, Sabtu.

RIAU1.COM - Banyak yang merasakan ekonomi lagi lesu.  Ekonomi Indonesia mengalami perlambatan pada triwulan III-2019. Hal ini tercermin pula pada kondisi di lapangan.

Di sektor perdagangan ritel, ada fenomena toko elektronik mulai sepi pembeli, terutama di toko-toko fisik di pusat perbelanjaan. Baik di Jakarta, maupun di Pekanbaru, Riau dan daerah lainya. 

Seperti dilansir  CNBC Indonesia, Sabtu, 9 November 2019,  ketika menyambangi Pusat Grosir Cililitan (PGC), hingga toko-toko elektronik di Pasar Kramat Djati, Jakarta Timur, Rabu siang (6/11/2019) lalu,  para pedagang mengaku memang penjualan sedang sepi, bahkan turun.

Pihak pengelola PGC, Ian Wisan mengakui toko-toko retail di tempatnya memang lengang dari kunjungan.

 

Menurutnya, ini merupakan konsekuensi dari perubahan gaya berbelanja masyarakat dari toko fisik menuju online.


Apa sebenarnya yang terjadi. Di atas kertas, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan III-2019, perdagangan besar dan eceran non mobil-sepeda motor hanya tumbuh 4,9%. Angka tersebut berarti melambat dibandingkan triwulan III-2018 yang sempat mencapai 5,34%.

Tren stagnasi perdagangan sudah terlihat pada triwulan II-2019 yang mana hanya tumbuh 4,92%.

Vice President Corporate Affair PT Samsung Electronics Indonesia (SEIN) Kang Hyun Lee termasuk mengakui kondisi ekonomi Indonesia belakangan ini sedang sulit, bahkan ia menggunakan istilah 'menderita' saat menjual produk elektronik saat ini di pasar domestik.

"Kondisi ekonomi Indonesia belakangan selama 3 tahun walaupun di atas 5% tumbuh, dari industri merasa tak begitu happy, karena daya beli cenderung turun, ini mungkin ada efek dari internasional. Di Indonesia sangat menderita untuk menjual lokal market," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (5/11/2019).
 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mande menegaskan persoalan bukan soal daya beli tapi soal konsumsi. Konsumsi masyarakat pada kuartal III-2019 masih tumbuh 5,5%. "Ini bukan daya beli," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/11/2019).

Ia menggarisbawahi bahwa yang terjadi saat ini adalah anomali atau peralihan cara berbelanja konsumen.

Konsumen tak lagi berbelanja di toko-toko berukuran besar seperti masa lalu yang sempat jadi gaya hidup, sehingga peritel juga harus melakukan penyesuaian.

 

Roy berharap pemerintah harus menjaga konsumsi masyarakat antara lain menjaga indeks kepercayaan konsumen (IKK) tetap tinggi terutama soal kondisi politik.

Selain, itu menjaga harga energi agar tak naik seperti BBM, gas, listrik, agar tak mempengaruhi konsumsi masyarakat.

R1 Hee.