Tol Laut Jokowi Masih Sedot APBN Hingga Rp 400 Miliar

Tol Laut Jokowi Masih Sedot APBN Hingga Rp 400 Miliar

9 Oktober 2019
Kapal Tol Laut saat sandar di Pelabuhan Tenau, Kupang, NTT.

Kapal Tol Laut saat sandar di Pelabuhan Tenau, Kupang, NTT.

RIAU1.COM - Tol Laut merupakan program yang selalu dibanggakan Jokowi. 

Program Tol Laut yang dicetuskan Presiden Joko Widodo masih terus bergantung pada subsidi APBN hingga Rp 400 Miliar pada tahun 2020 nanti. 

Deputi III Infrastruktur Kemenko Kemaritiman Ridwan Djamaluddin buka-bukaan mengenai kiat agar subsidi bisa berkurang.

 

"Kita harus tahu bahwa ini program subsidi. Awalnya Rp 250-an miliar per tahun pemerintah harus mengeluarkan subsidi, sekarang saya mendapat informasi kira-kira Rp 400 miliar [untuk tahun 2020]," ungkapnya dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (9/10/2019).

Sejak diluncurkan, program ini memang selalu mendapatkan subsidi. Pada 2016, subsidi Tol Laut Rp 218,9 miliar, kemudian naik menjadi Rp 355 miliar pada 2017. Di 2018, subsidi Tol Laut bengkak jadi Rp 447,6 miliar. Namun pada 2019, subsidinya dipangkas menjadi Rp 224 miliar.


Jika subsidi tol laut kembali tembus Rp 400 miliar di 2020, maka subsidi Tol Laut bakal kembali naik drastis dibandingkan 2019. "Kan artinya harus ada juga upaya lain agar subsidi ini makin lama makin berkurang," imbuhnya.

Terkait keberlangsungan program ini sendiri, dia menekankan pentingnya 3 aspek yakni availability, accsessibility, dan affordability.

"Jadi dia harus tersedia dulu untuk masyarakat-masyarakat di daerah-daerah terpencil terluar sana agar kebutuhan pokok, kebutuhan dasar terpenuhi," tandasnya.

Kemudian aksesnya, dia menuturkan bahwa kapal-kapal tol laut itu masih berhenti di pelabuhan tol lautnya. Padahal dari pelabuhan tol laut itu ke daerah-daerah terpencilnya masih perlu sambungan ke kapal-kapal yang lebih kecil.

"Jadi artinya barang yang dibutuhkan masyarakat sudah disediakan. Akses memang harus didukung. Jadi kalau sekarang tadinya kan namanya tol laut saja yang konotasinya kapal saja. Kapal laut. Sekarang kita sudah sadari, tidak semuanya harus lewat laut," imbuhnya.

Di darat, menurutnya juga harus disiapkan. Dia memberikan contoh, sebelumnya sempat diberlakukan integrasi multimoda di Papua dan Kalimantan.

 

"Untuk di daerah Papua dan Kalimantan Utara misalnya, pada waktu itu udara juga harus disiapkan. Jadi multimoda. Nah yang ketiga soal harga. Disparitas harga rata-rata sudah turun kurang lebih 20%-an. Jadi secara umum sudah bagus," katanya. 

R1 Hee.